Be Grateful

8:00 pm



Lebaran tahun ini berbeda dengan tahun sebelumnya. Bukan karena ketupat sayur maupun besarnya THR yang didapat, melainkan ada dua cerita yang didapat. Ya, dua! Sama seperti sarimi yang isinya dua! Atau sesuai program pemerintah dua anak saja cukup.


Pengalaman ini sungguh-sungguh nyata dan semoga bisa menjadi bahan pembelajaran & pengingat bagi diri sendiri. Mudah-mudahan bermanfaat juga bagi pembaca setia #Nah! dimarigraph.

Mengunjungi orang tua, sanak family, sodara jauh maupun dekat (*seperti tarif kopaja) memang sudah menjadi ritual dan tradisi bagi setiap insan yang merayakan lebaran. Lebaran juga sebagai ajang maaf-memaafkan, temu kangen, silaturahmi dan saling tukar menukar buah tangan. Angkutan darat, dan udara pun merayakan lebaran dengan cara menaikkan harganya. Ya balik lagi dengan hukum ekonomi, antara permintaan dan penawaran. Mungkin dengan prinsip dan penggunaan kata “lebaran” dan “setahun sekali” menjadikan hal tersebut lumrah.

Kembali lagi ke topik awal. Tidak ada yang berbeda dengan mengunjungi sanak family, dimulai dengan salam-salaman, permintaan maaf lalu lanjut mencicipi kue khas lebaran yang beraneka ragam dan ditutup dengan bersalaman kembali.

Ada satu keluarga yang menarik, setiap kami kunjungi tempatnya tinggalnya berpindah-pindah. Dua tahun lalu di daerah A, tahun ini di daerah B dan ketika keluarga kami mampir tahun ini, mereka berniat mau pindah lagi. Memang tidak ada yang salah dengan hal itu. Yang jadi masalah mengapa setiap pembicaraan mengarah untuk mengeluh? Mengapa ini dan itu? Dan seringkali pertanyaan atau pernyataan itu diulang kembali? Mmmh..

Dan akhirnya pun Ayah saya bercerita mengenai hal itu pada saat perjalanan pulang.

Kalau boleh dibilang keluarga ini sudah sangat berkecukupan dan jauh dari yang namanya kekurangan. Bayangkan rumah gede, punya kos-kosan dan kontrakan, punya anak satu, dan tempat kerjaannya pun enak. Kalau boleh dibilang “lahan basah”. Coba gimana engga enak tuh? Kata Ayah saya, Mereka ingin lebih, lebih dan lebih lagi. Katanya tinggal di cluster itu enak, mereka pindah ke cluster. Eh katanya lebih enak tinggal di kampung, mereka balik lagi ke kampung. Katanya ini dan itulah. Katanya pekerjaannya itu rawan akan uang haram. Padahal yang bermasalah bukan dipekerjaannya tapi individunya. Kalau orangnya membentengi pasti tak akan goyah.

Singkat cerita. Semua itu dilepaskannya. Mereka memutuskan untuk menjual rumahnya beserta kosan dan kontrakan, resign dari pekerjaan yang oke dan rela pindah ke rumah yang lebih kecil.

Setiap orang memang punya alasan tersendiri kenapa begini dan kenapa begitu. Dan kita harus menghormati keputusan dan mengambil hikmah dibalik itu semua.

Dan pada akhirnya kita harus melayangkan pertanyaan ini ke diri kita masing-masing. "Sudahkah kita bersyukur akan hidup kita sekarang dengan benar-benar bersyukur tanpa membandingkan dengan orang lain?"

Karena sesungguhnya tak ada satupun manusia di dunia ini yang tidak dilebihkan dari manusia yang lain.


Be Grateful,
Your life is wonderful.

Januar dimari~
Your secret admirer

You Might Also Like

0 comments

Popular Posts

Like us on Facebook

LIKE US ON FACEBOOK