- 7:00 pm
- 0 Comments
Dear Mama,
Wajahmu
kini kulihat tak secantik dulu kala ketika aku masih belia. Lelah dan
letih mulai terlihat dalam garis-garis samar dalam rona merah diwajahmu.
Garis samar terlihat di kedekatan. Dan tenagamu kini tak sekuat
genggamanmu waktu dahulu. Menjagaku, merawatku, menyayangiku,
membahagiakanku menjadi kewajibanmu selain mengantar-jemputkanku ke
sekolah.
Mama,
Maafkanlah
aku yang sejak dahulu kala selalu membuatmu cemas, marah, sedih dan
lelah. Menjadi peringkat di kelas dan di sekolah menyiksa batinku. Kata
belajar menjadi bahasa sapaan untukku dan kata bermain menjadi bahasa
tidak lazim di umurku. Seringkali nasihatmu masuk telinga kanan keluar
telinga kiri. Sungguh tidaklah mudah memiliki anak seperti diriku. Sikap
manja dan kekanak-kanakan masih menyelimutiku hingga kini. Namun kasih
sayangmu, pengajaranmu, kebijaksanaanmu telah mengalir dalam diriku
tanpa aku sadari.
Mama,
Hari
ini aku bisa berdiri diatas kakiku sendiri. Itu semua karena Doa dan
dukunganmu yang tak henti-henti. Tiada pelajaran darimu yang sia-sia
termasuk ocehanmu. Belajar , berusaha dan berdoa menjadi jalan hidupku.
Sekarang semua terasa berbeda disaat target yang menyiksa, kini menjadi
keharusan. Bermain dengan laporan, paper, worksheet, desain, dan
lain-lain menjadi taman bermainku.
Mama,
Jikalau
waktu dapat diputar kembali, aku akan lebih patuh, taat dan mengerti.
Aku tahu aku salah, aku yang meragukanmu, aku yang tidak mempercayaimu. .
Tiada yang bisa kuberi yang dapat membalas semua kebaikanmu ma. Hari
ini izinkanlah aku berbakti dan membahagiakanmu dengan caraku. Menjadi
anakmu adalah anugerah terindah yang pernah kumiliki. Tidak mudah
menjadi sepertimu mama.
Ma,
Sampai kapanpun aku masih tetap menjadi anak kecilmu yang lucu begitu juga sebaliknya.
Dari lubuk hati Fariki yang paling dalam,
Anakmu
-----
Ditulis bulan Desember dan mengikuti project "Surat untuk Ibu" Rotaract Jogja Tugu
- 5:30 pm
- 0 Comments